RSS

Caregivers Indonesia Untuk Jepang

Caregivers Indonesia Mulai Kerja di Panti Jompo Jepang
foto hery

Jakarta, BNP2TKI (Selasa, 06/1) Sebanyak 104 caregivers (perawat untuk lanjut usia) asal Indonesia pada bulan Januari 2009 mulai ditempatkan di sejumlah panti jompo di Jepang untuk bekerja sambil melanjutkan paket pelatihan yang diterimanya.
"Mereka sudah mulai ditempatkan di panti-panti jompo, baik caregivers yang berada dalam pengawasan AOTS maupun Japan Fondation," kata Hideaki Otani, Manajer Departemen Pelatihan Luar Negeri Association for Overseas Technical Scholarship (AOTS) di Tokyo, Selasa (6/1).
Hideaki Otani mengemukakan hal itu berkaitan dengan perkembangan tenaga perawat dan caregivers Indonesia di Jepang. Sebanyak 208 tenaga terampil tersebut (104 perawat dan 104 caregivers) tiba di Jepang pada Agustus 2008, berdasarkan skema perjanjian kerjasama strategis Economic Partnership Agreement (EPA) antara Indonesia dan Jepang. Para perawat Indonesia berangkat melalui program G to G (Government to Government) serta ditempatkan oleh BNP2TKI sebagai pelaksana Program G to G pemerintah Indonesia.
Sedangkan para perawat diperkirakan baru mulai bertugas di rumah sakit-rumah sakit Jepang pada akhir Januari atau Februari mendatang.
"Para caregivers itu akan bekerja selama tiga tahun sambil mengikuti ujian bahasa dan juga ujian keperawatan yang akan berlangsung Februari mendatang," kata Otani lagi. Kedatangan para perawat dan caregivers itu merupakan gelombang pertama dari seribu pekerja Indonesia yang akan dikirim dalam waktu dua tahun. Saat ini mereka sedang mendalami bahasa, budaya dan keahlian keperawatan di Jepang.
Menurut Presiden AOTS Kazuo Kaneko, banyak kemajuan yang diperlihatkan pekerja Indonesia selama mengikuti pelatihan, sehingga memberikan optimisme bahwa mereka bisa melaksanakan tugasnya selama di Jepang.
"Anak-anak Indonesia ini sungguh mengagumkan. Rajin, penuh sopan santun, dan sangat bersemangat serta bisa mengikuti disiplin," puji Kaneko saat menerima kunjungan Dubes RI untuk Jepang Jusuf Anwar ke Yokohama Kenshu Center di Kanazawa, Yokohama, akhir 2008 lalu.
AOTS sendiri menerima tugas melatih para perawat dan caregivers Indonesia sebanyak 149 orang (termasuk 45 tenaga caregivers). Sedangkan sisanya dibimbing Japan Fondation (Osaka).
Jika pekerja Indonesia lulus ujian keperawatan, maka para perawat dan caregivers Indonesia akan memperoleh lisensi kerja dan keperawatan Jepang sehingga bisa tinggal dan bekerja di Jepang untuk jangka waktu tiga - empat tahun.
Selain Indonesia, Jepang juga menjalin kerjasama EPA dengan Filipina dan negara-negara ASEAN lainnya. Jepang sendiri saat ini menghadapi persoalan "aging society", yaitu semakin bertambahnya kelompok masyarakat lanjut usia (di atas 65 tahun), sehingga membutuhkan ribuan perawat dan caregivers asing.
Total populasi lanjut usia Jepang diperkirakan sebesar 20 persen dari total penduduk yang mencapai 127,6 juta jiwa sat ini. (Ant)

Ketika Perawat Indonesia Mulai Diterima Masyarakat Jepang

Oleh Benny S Butarbutar

Tokyo (ANTARA News) - Masih ingat bagaimana sambutan masyarakat dan pers Jepang ketika 208 perawat dan caregivers Indonesia tiba di Negeri Matahari Terbit ini pada awal Agustus 2008?

Betul, keraguan! Namun pandangan enam bulan lalu itu nampaknya mulai berangsur-angsur sirna. Ibarat pepatah "Tak kenal maka tak sayang" begitulah kesan publik Jepang terhadap kualitas tenaga perawat dan caregivers ( perawat untuk kaum lanjut usia). Keberadaan pekerja Indonesia tersebut kini mulai bisa diterima masyarakat Jepang.

Asal tahu saja, mulai Januari 2009, para caregivers juga sudah mulai ditempatkan di sejumlah panti jompo di kota-kota besar di Jepang, seperti yang diungkapkan kpManajer Departemen Pelatihan Luar Negeri AOTS Hideaki Otani kepada Antara di Tokyo, Selasa (6/1) lalu. Sedangkan kelompok perawat sendiri baru mengikuti hal yang sama pada akhir Januari atau bulan berikutnya. Mereka bekerja sambil tetap mengikuti pelatihan.

Penerimaan masyarakat Jepang terungkap dalam laporan Presiden AOTS ((Association for Overseas Technical Scholarship) Kazuo Kaneko kepada Dubes RI untuk Jepang Jusuf Anwar pada 16 Desember 2008. Saat itu Dubes berkunjung ke Yokohama Kenshu Center, yang merupakan pusat pelatihan ketrampilan dari perusahaan Jepang yang diserahi tanggungjawab membimbing perawat dan caregivers Indonesia itu.

"Kehadiran mereka sudah mulai diterima, bahkan mereka sebetulnya telah menjadi duta besar persahabatan bagi Indonesia dan Jepang," kata Kaneko saat menyampaikan hasil evaluasi sementara mengenai kemajuan mereka.

Kaneko menjelaskan para perawat dan caregivers Indonesia berlaku sopan, periang dan yang paling membuat para instruktur kagum adalah semangatnya untuk menyelesaikan program pelatihan yang berjalan selama enam bulan.

"Sebetulnya kami sempat mengkhawatirkan kondisi fisik dan mental mereka saat menjalani bulan puasa. Apakah mereka mampu untuk menyelesaikan pelatihan ini," kata Kaneko lagi.

Kekhawatiran para pengajar itu pun lantas berubah menjadi kekaguman, ketika para perawat dan caregivers Indonesia mampu melewatinya dengan baik. Apalagi setelah manajemen AOTS mengetahui bahwa di antara para perawat saling memberi semangat untuk terus belajar namun tetap sehat.

Para perawat itu merupakan gelombang pertama yang tiba sejak Agustus lalu dengan jumlah 208 orang, yaitu 104 perawat dan 104 caregivers. Semuanya disebar ke lima kota besar di Jepang, seperti Tokyo, Yokohama, Osaka, Nagoya dan Kobe. AOTS sendiri kebagian menangani sebanyak 149 orang (termasuk 45 caregivers), sedangkan sisanya menjadi tanggungjawab Japan Fondation.

Program yang ditangani lembaga pelatihan tersebut berfokus pada kemampuan untuk bisa hidup mandiri dan mampu beradaptasi dengan cepat di Jepang. Metode pelatihan yang diberikan antara lain percakapan bahasa Jepang sehari-hari, tukar-menukar pengalaman dengan perawat Jepang dan mengunjungi rumah sakit serta panti jompo. Selain itu diberi kesempatan untuk berbaur dengan masyarakat lokal melalui kegiatan "home stay" beberapa hari.

Sedangkan program ketrampilan lebih lanjut diserahkan kepada lembaga lain yang lebih khusus lagi, terutama dalam berfokus pada penyesuaian kehalian keperawatan.

Lebih jauh Kaneko melanjutkan bahwa untuk bisa lulus program dasar bergantung pada dua hal, yaitu semangat dari perawat itu sendiri dan dukungan dari lembaga tempat mereka berlatih keperawatan.


Beri semangat

Kunjungan Dubes Jusuf Anwar ke pusat pelatihan letrampilan AOTS di Yokohama itu memang bertujuan untuk memberikan semangat bagi para perawat dan caregiver Indonesia. Kedatangannya ke Yokohama Kenshu Center, yang khusus melatih para caregivers Indonesia, kontan saja mendapat sambutan hangat.

Dengan didampingi Ibu Lastrijah Jusuf Anwar, Kepala Fungsi Ekonomi KBRI Tokyo Riddwan Abas, dan Kepala Perwakilan Bank BNI cabang Tokyo Firman Wibowo, Dubes pun berkeliling kelas-kelas tempat para caregivers mengiktui pelatihan bahasa Jepang.

"Bagaimana keadaan kalian? Teruskan semangat juang kalian untuk bisa melewati ujian bahasa dan keperawatan ini. Saya senang mendengar laporan kalian sudah mulai bisa diterima masyarakat Jepang," kata Dubes Jusuf Anwar.

Usai makan siang, para caregivers itu pun lantas berkumpul di sebuah aula untuk mengikuti dialog sekaligus mendengarkan penjelasan langsung dari para caregivers. Umumnya para caregiver menyampaikan rasa kangennya kepada kondisi di tanah air, namun karena program pelatihan yang bersahabat serta makanan yang disajikan cukup memenuhi selera Indonesia cukup mengobati kerinduan akan kampung halaman.

Dalam pertemuan yang berlangsung akrab itu, para pekerja Indonesia umumnya menyatakan tidak terlalu mengalami persoalan yang berarti dan mereka tetap bersemangat untuk lolos ujian bahasa Jepang dan ujian keperawatan yang terkenal sulit.

Untuk menciptakan keakraban, Dubes sendiri lebih banyak membanyol sehingga mengundang tawa semua yang hadir, termasuk kalangan manajemen AOTS. Tentu saja setelah mereka mendengarkan terjemahan bahasa Indonesianya. Banyak lelucon dubes yang ternyata ampuh untuk membuat caregivers tertawa lepas bahkan hingga terpingkal-pingkal.

Pada kesempatan itu juga Dubes Jusuf Anwar tidak lupa membagi-bagikan majalah IYA (Indonesian Youth Association)-- tentang masyarakat Indonesia di Jepang-- kepada para caregivers dan manajemen AOTS.

"Ini sekedar oleh-oleh dan juga bisa menjadi jembatan komunikasi interaktif bagi kita semua," kata Dubes yang lansung disambut tepuk tangan meriah.


Sejumlah kekhawatiran

Sebelumnya, sejumlah kekhawatiran terus membayangi pengiriman tenaga perawat dan caregivers Indonesia ke Negeri Sakura, terutama dalam memahami bahasa dan kultur sosial masyarakatnya. Masyarakat Jepang sendiri boleh dibilang dalam beberapa hal tergolong konservatif atau tertutup.

Masalah sosial yang cukup peka adalah soal kesan orang asing yang tidak begitu bagus di mata sebagian warga Jepang. Pekerja asing dianggap mengambil lahan pekerjaan warga Jepang. Terlebih ditengah krisis ekonomi yang kini melanda Jepang.

Soal bahasa tampak lebih krusial. Menurut Elsi Dwi Hapsari, mahasiswa program doktor bidang keperawatan di Universitas Kobe, sekedar berbahasa Jepang bisa saja dicapai dalam waktu singkat, namun untuk membahas suatu penyakit yang sarat dengan istilah teknis memerlukan waktu yang lebih lama, minimal dua tahun.

Pandangan Elsi juga diamini oleh "sensei"-nya Profesor Dr. Hiroya Matsuo. Keduanya memandang perlu dilakukannya pemantauan serius terhadap program perawat Indonesia di Jepang agar bisa berjalan lancar, meski diakui sebagian rumah sakit Jepang telah mengakui kompetensi perawat Indonesia.

Saran melakukan tindakan monitoring nampaknya menjadi penting. Apalagi jika mengacu pada survai yang digelar tim riset Asia Center dari Universitas Kyushu, Fukuoka, Maret 2008, seperti dikutip Asahi Shimbun.

Menurut riset yang dipimpin Profesor Yoshichika Kawaguchi itu belum seluruh rumah sakit Jepang berkenan menerima perawat asing. Dari 1.600 rumah sakit yang disurvai (522 di antaranya memberikan respon), dan hanya 46 persen saja yang bersedia menerima. Artinya sebagian masih meragukan keahlian perawat asing.

Menurut Profesor Kawaguchi, masih enggannya sebagian rumah sakit di Jepang, karena minimnya informasi mengenai sistem penerimaan itu sendiri. Pemerintah Jepang diminta memberikan informasi serinci mungkin dan sesegera mungkin, serta melakukannya secara aktif. Hal itu penting agar masyarakat Jepang mengetahui bahwa tenaga terampil asing sudah sesuai standar keahlian Jepang.

Perawat dan caregivers Indonesia rata-rata menerima 160.000 yen atau setara Rp16 juta per bulan, dan dikontrak untuk tiga tahun hingga empat tahun.

Namun demikian, bagi Indonesia sendiri mulai diterimanya perawat dan caregivers oleh masyarakat Jepang paling tidak membuat kualitas keperawatan Indonesia semakin diakui secara internasional.

"Di masa depan, kita juga perlu membenahi masalah kepastian hukum, perlindungan tenaga kerja di luar negeri, dan standar upah yang layak. Pembenahan lembaga-lembaga keperawatan menjadi mutlak karena merupakan mesin pencetak bagi tenaga perawat berkualitas," ujar Dubes mengakhir wawancara.(*)

45 Perawat Indonesia Siap Disebar di Panti Jompo di Jepang
ilustrasi

Selasa, 27 Januari 2009 | 20:59 WIB
YOKOHAMA, SELASA — Suasana haru meliputi aula Yokohama Kenshu Center, Selasa malam, ketika lagu "Kokoro No Tomo" dan "Kemesraan" menjadi lagu perpisahan para caregivers (perawat untuk lanjut usia) asal Indonesia dengan lembaga yang selama ini membimbing mereka karena esoknya sudah harus bekerja di berbagai panti jompo yang tersebar di seantero Jepang.

Pada awalnya ke-45 caregivers Indonesia itu membawakan lagu-lagu riang dan bernyanyi dengan suara yang bersemangat karena baru saja memperoleh sertifikat kelulusan bahasa Jepang. Namun, ketika membawakan lagu "Kokoro No Tomo" yang bernuansa sedih, beberapa caregivers tanpa tersadar mulai menitikkan mata. Begitu juga dengan sejumlah pembimbing Jepang.

Suasana haru pun langsung memenuhi ruangan, ketika para caregivers dan para pembimbiangnya berdiri bergandengan tangan untuk menyanyikan lagu "Kemesraan". Isak tangis pun langsung terdengar. Sementara para tamu lainnya yang berada tidak jauh dari mereka berdiri terdiam ikut menahan haru mendengarkan lagu yang berbicara soal kedekatan perasaan itu.

Momen kesedihan itu langsung saja menjadi santapan bagi puluhan jurnalis dan wartawan foto Jepang yang meliput acara pemberian sertifikat kelulusan tersebut. Kilatan cahaya lampu flash dari kamera segera saja menerpa wajah-wajah sedih tersebut.

Seusai lagu "Kemesraan", peluk dan tangis di antara caregivers dan pembimbing mereka pun menjadi salam perpisahan. Suasana itu membuat Presiden AOTS Kazuo Kaneko juga tidak tahan hingga harus keluar ruangan. "Suasananya mengharukan sekali. Selamat malam," kata Kaneko terburu-buru di pintu keluar.

The Association for Overseas Technical Scholarship (AOTS) merupakan lembaga pelatihan yang ditunjuk Pemerintah Jepang untuk memberikan pelatihan bahasa dan budaya Jepang kepada para perawat dan caregivers Indonesia selama enam bulan. Seteah itu mereka diharuskan mengkuti ujian bahasa Jepang untuk bisa bekerja di Jepang dengan masa waktu tiga tahun.

Sebelumnya, Kazuo Kaneko dalam sambutannya memuji perawat dan caregivers Indonesia atas semangatnya yang mampu menyelesaikan pelatihan bahasa, bahkan lulus hingga memperoleh sertifikat.

Kaneko menjelaskan, para perawat dan caregivers Indonesia berlaku sopan, periang, dan yang paling membuat para instruktur kagum adalah semangatnya untuk menyelesaikan program pelatihan yang berjalan selama enam bulan penuh.

"Semoga sukses, dan selamat jalan," kata Kaneko mengakhiri sambutannya. Sementara itu, Dubes RI untuk Jepang Jusuf Anwar menyatakan juga kekagumannya karena para caregivers mampu menunjukkan bukti akan tenaga profesional Indonesia. Keberhasilan memperoleh sertifikat juga merupakan modal yang kuat untuk menjalankan tugas-tugas selama di Jepang," kata Dubes.

"Senang mendengar semangat anda, semangat untuk bekerja keras, karena demikianlah Jepang. Dengan keberhasilan ini saya yakin anda-anda semua akan dapat diterima dengan cepat," kata mantan menteri keuangan itu. Dubes juga mengingatkan bahwa para perawat Indonesia dan caregivers adalah tenaga kerja terdidik yang memiliki skill sehingga perlu membuktikannya kepada publik Jepang akan kemampuan tenaga kerja Indonesia.

"Anda juga merupakan duta-duta bangsa yang bisa mengangkat citra Indonesia di luar negeri. Sekali lagi selamat berjuang. Gambate Kudasai!?" seru dubes memberi semangat yang langsung disambut tepuk tangan para caregivers.

Menurut salah seorang caregivers, Ariyani Setyaningsih, dia dan teman-temannya memang berusaha keras untuk bisa lulus karena sertifikat ini bukan sekadar bukti untuk diterima di Jepang, tetapi juga bagi bagi kemampuan caregivers Indonesia sendiri.

"Ini seperti menjadi kekuatan bagi kami. Apalagi kami juga tdak ingin mengecewakan pembimbing kami yang sudah mengajari dengan sangat baik," kata perawat asal Jakarta itu.

Ariyani bersama teman-temannya akan ditempatkan di 21 panti jompo yangg tersebar di 13 provinsi di seantero Jepang. Ariyani sendiri akan ditempatkan di Panti Jompo Hanashi di Osaka.

"Senang sekaligus campur sedih. Kami memang lulus, tetapi ini baru satu tahap dari ujian lainnya yang harus kami lewati, yaitu bisa atau tidaknya diterima masyarakat Jepang," kata Dianti Simanjuntak yang akan ditempatkan di Nagoya.

Perawat dan caregivers Indonesia tiba di Jepang awal Agustus 2008, dan merupakan gelombang pertama dari 1.000 perawat yang akan bekerja di Jepang sesuai skema perjanjian kerja sama strategis Economic Partnership Agreement (EPA ) antara Indonesia dan Jepang.

Kedatangan perawat dan caregivers Indonesia pada awal Agusus 2008 disambut keraguan oleh masyarakat Jepang, yang meragukan kemampuan mereka untuk bisa berbahasa Jepang yang dikenal sulit.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS