RSS

Mudik Ala Jepang


Bukan hanya Indonesia yang mengenal budaya mudik kala lebaran tiba. Tapi di Jepang, mudik juga bagian dari tradisi. Selama pertengahan Agustus ini, banyak masyarakat Jepang mengambil cuti panjang, untuk mudik ataupun berkumpul dengan anggota keluarga. Beberapa rekan Jepang di kantor saya juga ikut mengambil kesempatan cuti dalam bulan ini.

Setiap bulan Agustus, masyarakat Jepang memang merayakan festival Obon, atau hari raya Obon. Meski bukan menjadi hari libur nasional, orang Jepang mengambil cuti untuk merayakan Obon. Kalau kita lihat suasana di perkantoran-perkantoran kota Tokyo pada hari Obon, maka akan nampak lebih lengang dari biasanya. Kebetulan hari Obon tahun ini bertepatan dengan bulan Ramadhan yang dirayakan oleh umat Islam.

Festival Obon adalah perayaan yang diselenggarakan masyarakat Jepang untuk menghormati arwah leluhur mereka. Orang Jepang meyakini bahwa pada hari-hari Obon (pertengahan Agustus), arwah para leluhur mendatangi mereka untuk berkumpul kembali.

Saat itulah, orang Jepang harus pulang ke kampung halaman, berkumpul bersama keluarga, untuk menemui arwah leluhur, dan sesudah itu “mengantarkan” arwah kembali ke alamnya. Inilah saat-saat “reuni” Ruh dengan alam ragawi. Perayaaan Obon sendiri, telah berlangsung ratusan tahun lamanya, sejak era Kaisar Meiji, dan dilestarikan sebagai tradisi hingga kini.

Festival Obon biasanya berlangsung selama tiga hari, yang waktunya berbeda-beda dan tergantung pada wilayah masing-masing. Saat perayaan Obon, orang Jepang membersihkan rumah-rumah mereka, mempersembahkan sesajian, dan memasang lentera atau lilin-lilin kecil di rumah, altar kuil, maupun dilepas di sungai-sungai. Hal ini dilakukan untuk menyambut dan mengantarkan arwah leluhur mereka kembali ke alamnya.

Menghargai dan menghormati arwah leluhur adalah ajaran sentral dalam agama-agama di Jepang, baik Shintoisme ataupun Japan Buddhism. Leluhur tak pernah dianggap putus hubungan dengan mereka di alam ragawi.


Filosofi obon ini memiliki keterkaitan juga dengan apa yang diajarkan dalam Islam. Oleh karenanya, merenungkan Obon di bulan Ramadhan ini juga dapat memperkaya makna puasa kita.

Ceramah Ustadz Abdullah Taslim saat tarawih di Sekolah Republik Indonesia Tokyo (SRIT), beberapa hari lalu sungguh menarik. Ustdaz Taslim mengutip hadits nabi yang mengatakan, apabila anak Adam mati, putuslah segala amal perbuatannya kecuali tiga perkara; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang sholeh. Artinya, masih ada linkage yang menghubungkan dunia arwah dengan dunia kasat mata. Ini juga esensi Obon.

Para anak-anak soleh memiliki privilege untuk mengirimkan doa langsung kepada orang tuanya. Bukan hanya orang tua, namun juga bagi orang-orang beriman yang mendahului. Meski dalam tataran yang berbeda, hubungan antara dunia Ruh dan dunia kasat mata juga dijaga dalam tradisi Islam.

Oleh karena itu, perayaan Obon yang bertepatan dengan bulan Ramadhan ini sungguh menarik sebagai bahan perenungan kita semua, khususnya umat muslim yang sedang berada di Jepang.

Upaya menghargai tradisi dan kebiasaan agama lain, mencari kesamaan dalam perbedaan, adalah esensi kerukunan dan kebersamaan antar umat beragama. Upaya ini yang dulu dilestarikan oleh para Wali, saat menyebarkan Islam di nusantara. Saat itu, agama diajarkan dan menyatu untuk mencari kesamaan, bukan perbedaan.

Pada waktu kawan saya yang orang Jepang bercerita tentang Obon, dan berpamitan untuk cuti merayakan Obon, saya menyampaikan selamat hari Obon kepadanya. Semoga arwah leluhurnya tenang di alam sana. Iapun mengucapkan selamat berpuasa, dan meminta kita semua menjaga kesehatan karena musim panas di Jepang yang sangat panas.

Dan malam itu, bersama jamaah tarawih di Balai Indonesia, kami diingatkan tentang ayat Qur’an, Al Hasyr 59, ayat 10: “Yaa Tuhan kami, ampunilah kami dan ampunilah saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dengan beriman.” Ayat itu mengajak kita semua untuk bersama mendoakan leluhur kita.

Semoga para leluhur, orang tua, dan mereka yang telah mendahului kita senantiasa diberikan Kasih oleh Tuhan.

cr : kompasiana oleh Junarto Herdiawan

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar: